Alergi Bully Bentengi Generasi
Oleh Badiul Khasanah
Bullying merupakan masalah yang kerap kali
menimpa pada beberapa level usia tak terkecuali kan juga pada anak-anak usia
tahap awal. Hal ini tentunya sangat membutuhkan perhatian pendidik dan orang
tua. Perilaku bullying kerap terjadi secara berulang kali tidak cukup hanya
sekali, karena bullying adalah perilaku agresif yang melibatkan
ketidakseimbangan kekuatan yang sering kali didapatkan dari aspek fisik,
informasi memalukan yang masuk, popularitas yang dimiliki serta semacam gangguan
perilaku yang berkeinginan untuk membuat rasa takut, tertekan, hingga
membahayakan korban. Ini merupakan ketimpangan kekuasaan antara anak yang lebih
kuat menindas anak yang kurang kuat. Sehingga ini membentuk kecenderungan dalam
berperilaku.
Data hasil riset Programme for International Students Assessment
(PISA) 2018 menunjukkan murid yang pernah mengalami perundungan (bullying) di
Indonesia sebanyak 41,1%.Angka murid korban bullying ini jauh di atas rata-rata
negara anggota Organisation for Economic Co-operation and Development
(OECD) yang hanya sebesar 22,7%. Indonesia berada di posisi kelima tertinggi
dari 78 negara sebagai negara yang paling banyak murid mengalami perundungan.
Data pengaduan anak di Komisi Perlindungan Anak pun bagaikan gunung es,
pasalnya teridentifikasi jumlah kasus yang dilaporkan masih sangat sedikit dari
kejadian bullying yang masih terjadi di Indonesia.
Sekolah yang seharusnya menjadi tempat belajar yang menyenangkan
justru kini menjadi ladang perilaku bullying khususnya pada tingkat sekolah
dasar. Faktor yang mempengaruhi perilaku
dibagi menjadi dua faktor. Yang pertama, faktor eksternal yaitu kebiasaan pola asuh orang tua, yang melakukan tindakan
kekerasan atau agresi kepada orang lain, selain itu juga akivitas di rumah yang
mengandung unsur kekerasan. Ditambah orang tua yang tidak yakin jika anaknya
merupakan korban bullying karena kurangnya kesadaran dan kepedulian mereka
tentang bullying. Faktor yang kedua, dari internal yaitu lingkungan sekolah, yang melibatkan kelompok siswa ketika
terjadi perbedaan pendapat, kondisi fisik, sosial, ekonomi atau budaya. Siswa
yang cenderung agresif berimplikasi menjadi anti-sosial dilingkungannya.
Untuk menangani perilaku bullying di sekolah perlu adanya kerja
sama dari berbagai beberapa pihak sekolah, khususnya guru. Maka perlu adanya
layanan bimbingan dan konseling pada tingkat sekolah dasar. Hal ini dipertegas
dengan adanya regulasi dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor
111 Tahun 2014 tentang bimbingan dan konseling pada pendidikan dasar dan
menengah. Dasar lain yaitu diterbitkannya panduan bimbingan dan konseling di sekolah
dasar oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2016.
Pada tingkat pendidikan ini, guru BK atau konselor menjalankan semua fungsi BK mulai dari fungsi pemahaman, pencegahan, pengentasan hingga pengembangan. Maka, diperlukan kolaborasi yang intens dengan Kepala Sekolah, Guru, Wali murid, Komite Sekolah dan pihak-pihak yang relevan dalam rangka mendukung pencapaian perkembangan peserta didik yang optimal. Terdapat beberapa strategi yang dapat diterapkan dalam pemberian layanan bimbingan dan konseling di tingkat Sekolah dasar, di antaranya :
1.
Behavioral
Konselor
Adalah proses
konseling antara konselor dengan klien menggunakan pendekatan tingkah laku. Sehingga
hal-hal yang berkaitan dengan pemecahan masalah yang dihadapi anak/klien dan
penentuan arah kehidupan yang ingin dicapai anak/klien, jenis konseling ini
membantu anak/klien mempelajari tingkah laku baru melalui teknik-teknik yang
berorientasi pada tindakan.
2.
Layanan
Dasar
Aktivitas
langsung memberikan bimbingan atau konseling melalui kelompok kecil atau bimbingan
lintas kelas menggunakan media bimbingan
konseling atau papan. Selain itu, untuk memaksimalkan fungsi pemahaman dan
pencegahan dapat diberikan materi tentang apa saja yang termasuk tindakan
bullying dan cara menghindarinya. Guru BK mengenalkan rasa empati terhadap
korban bullying sejak dini kepada siswa juga dapat mengatasi perilaku bullying.
3.
Layanan
Responsif
Guru BK
memberikan advokasi kepada siswa agar mendapat perlakuan yang setara selama
menempuh pendidikan di sekolah dasar. Caranya dengan Guru BK mendampingi dan
membersamai anak-anak yang memunculkan tanda-tanda korban bullying. Serta Guru
BK merekomendasikan kepada siswa untuk selalu memberi tahu Guru atau pendidik
lainnya.
4.
Layanan
Kolaborasi
Yaitu kegiatan
kerja sama antara Guru BK dan pihak lain seperti Guru lain, Wali murid, dll.
Dengan cara yang efektif adalah mengadakan forum pelatihan atau kegiatan
parenting yang mengagendakan pertemuan dengan orang tua supaya mereka lebih
mengenal permasalahan siswa dan cara menyikapinya, serta Guru mensimulasikan
proses pembelajaran di sekolah agar orang tua dapat menyesuaikan keadaaan di
rumah.
Sumber Rujukan
Komisi Perlindungan Anak Indonesia. (2019). Rincian Data Kasus
Berdasarkan Klaster Perlindungan Anak, 2011-2019]. Retrieved
from.https://databoks.katadata.co.id/ datapublish/2019/12/12/pisa-murid-korban-bully-di-indonesia-tertinggi-kelima-didunia. Diakses 16 April 2020