Sunday, July 21, 2024

Berani Anti-Bully

Alergi Bully Bentengi Generasi

 Oleh Badiul Khasanah


Bullying merupakan masalah yang kerap kali menimpa pada beberapa level usia tak terkecuali kan juga pada anak-anak usia tahap awal. Hal ini tentunya sangat membutuhkan perhatian pendidik dan orang tua. Perilaku bullying kerap terjadi secara berulang kali tidak cukup hanya sekali, karena bullying adalah perilaku agresif yang melibatkan ketidakseimbangan kekuatan yang sering kali didapatkan dari aspek fisik, informasi memalukan yang masuk, popularitas yang dimiliki serta semacam gangguan perilaku yang berkeinginan untuk membuat rasa takut, tertekan, hingga membahayakan korban. Ini merupakan ketimpangan kekuasaan antara anak yang lebih kuat menindas anak yang kurang kuat. Sehingga ini membentuk kecenderungan dalam berperilaku.

Data hasil riset Programme for International Students Assessment (PISA) 2018 menunjukkan murid yang pernah mengalami perundungan (bullying) di Indonesia sebanyak 41,1%.Angka murid korban bullying ini jauh di atas rata-rata negara anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yang hanya sebesar 22,7%. Indonesia berada di posisi kelima tertinggi dari 78 negara sebagai negara yang paling banyak murid mengalami perundungan. Data pengaduan anak di Komisi Perlindungan Anak pun bagaikan gunung es, pasalnya teridentifikasi jumlah kasus yang dilaporkan masih sangat sedikit dari kejadian bullying yang masih terjadi di Indonesia.

Sekolah yang seharusnya menjadi tempat belajar yang menyenangkan justru kini menjadi ladang perilaku bullying khususnya pada tingkat sekolah dasar. Faktor yang mempengaruhi  perilaku dibagi menjadi dua faktor. Yang pertama, faktor eksternal yaitu kebiasaan  pola asuh orang tua, yang melakukan tindakan kekerasan atau agresi kepada orang lain, selain itu juga akivitas di rumah yang mengandung unsur kekerasan. Ditambah orang tua yang tidak yakin jika anaknya merupakan korban bullying karena kurangnya kesadaran dan kepedulian mereka tentang bullying. Faktor yang kedua, dari internal yaitu lingkungan  sekolah, yang melibatkan kelompok siswa ketika terjadi perbedaan pendapat, kondisi fisik, sosial, ekonomi atau budaya. Siswa yang cenderung agresif berimplikasi menjadi anti-sosial dilingkungannya.

Untuk menangani perilaku bullying di sekolah perlu adanya kerja sama dari berbagai beberapa pihak sekolah, khususnya guru. Maka perlu adanya layanan bimbingan dan konseling pada tingkat sekolah dasar. Hal ini dipertegas dengan adanya regulasi dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 111 Tahun 2014 tentang bimbingan dan konseling pada pendidikan dasar dan menengah. Dasar lain yaitu diterbitkannya panduan bimbingan dan konseling di sekolah dasar oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2016.

Pada tingkat pendidikan ini, guru BK atau konselor menjalankan semua fungsi BK mulai dari fungsi pemahaman, pencegahan, pengentasan hingga pengembangan. Maka, diperlukan kolaborasi yang intens dengan Kepala Sekolah, Guru, Wali murid, Komite Sekolah dan pihak-pihak yang relevan dalam rangka mendukung pencapaian perkembangan peserta didik yang optimal. Terdapat beberapa strategi yang dapat diterapkan dalam pemberian layanan bimbingan dan konseling di tingkat Sekolah dasar, di antaranya : 

1.      Behavioral Konselor

Adalah proses konseling antara konselor dengan klien menggunakan pendekatan tingkah laku. Sehingga hal-hal yang berkaitan dengan pemecahan masalah yang dihadapi anak/klien dan penentuan arah kehidupan yang ingin dicapai anak/klien, jenis konseling ini membantu anak/klien mempelajari tingkah laku baru melalui teknik-teknik yang berorientasi pada tindakan.

2.      Layanan Dasar

Aktivitas langsung memberikan bimbingan atau konseling melalui kelompok kecil atau bimbingan  lintas kelas menggunakan media bimbingan konseling atau papan. Selain itu, untuk memaksimalkan fungsi pemahaman dan pencegahan dapat diberikan materi tentang apa saja yang termasuk tindakan bullying dan cara menghindarinya. Guru BK mengenalkan rasa empati terhadap korban bullying sejak dini kepada siswa juga dapat mengatasi perilaku bullying.

3.      Layanan Responsif

Guru BK memberikan advokasi kepada siswa agar mendapat perlakuan yang setara selama menempuh pendidikan di sekolah dasar. Caranya dengan Guru BK mendampingi dan membersamai anak-anak yang memunculkan tanda-tanda korban bullying. Serta Guru BK merekomendasikan kepada siswa untuk selalu memberi tahu Guru atau pendidik lainnya.

4.      Layanan Kolaborasi

Yaitu kegiatan kerja sama antara Guru BK dan pihak lain seperti Guru lain, Wali murid, dll. Dengan cara yang efektif adalah mengadakan forum pelatihan atau kegiatan parenting yang mengagendakan pertemuan dengan orang tua supaya mereka lebih mengenal permasalahan siswa dan cara menyikapinya, serta Guru mensimulasikan proses pembelajaran di sekolah agar orang tua dapat menyesuaikan keadaaan di rumah. 


Sumber Rujukan 

Astuti, R. D. (2016). Pemahaman Guru Kelas terhadap MateriLayanan Bimbingan Pribadi Sosial untuk Siswa Terisolir. Basic Education,5(31), 2968–2977.

Kartika, dkk (2019). Fenomena Bullying di sekolah : Apa danbagaimana. Pedagogia Jurnal Ilmu Pendidikan. 17 (01) (2019) halaman 55-66.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia. (2019). Rincian Data Kasus Berdasarkan Klaster Perlindungan Anak, 2011-2019]. Retrieved from.https://databoks.katadata.co.id/ datapublish/2019/12/12/pisa-murid-korban-bully-di-indonesia-tertinggi-kelima-didunia. Diakses 16 April 2020

            Firdaus, FM (2019).Efforts to overcome bullying in elementary school by delivering school programsand parenting programs through whole school approach. Jurnal PendidikanSekolah Dasar Didaktika.Volume 2, Nomor 2, 49–60.

Berani Anti-Bully

Alergi Bully Bentengi Generasi   Oleh Badiul Khasanah Bullying merupakan masalah yang kerap kali menimpa pada beberapa level usia tak terke...